Senin, 18 November 2013

The doors ! Is jim morrison


 Biogafi Jim Morrison






Judul Buku : No One Here Gets Out
Alive; Biografi Terlaris Jim Morrison
Penulis : Jerry Hopkins dan Danny
Sugerman
Penerbit : Ayyana
Jumlah Halaman : 468+ xii
Tahun Terbit : 2010
Bisa jadi Jim Morrison adalah salah
satu vokalis band rock yang paling
terkenal. Vokalis The Doors yang
berwajah rupawan itu berhasil
menggabungkan antara musik, puisi,
drama, dan theatrical stage persona.
Bahkan sejak kematian misteriusnya
pada tahun 1971, dia masih saja
menjadi objek pembahasan yang tak
pernah habis diperbincangkan. Begitu
pula di Indonesia.
Biografi paling komprehensif mengenai
Jim Morrison adalah No One Here
Gets Out Alive: The Bestselling
Biography of Jim Morrison yang ditulis
oleh Jerry Hopkins dan Danny
Sugerman.
Di Indonesia, buku yang
aslinya diterbitkan pada tahun 1980 ini
dialihbahasakan menjadi No One Here
Gets Out Alive: Biografi Terlaris Jim
Morrison.
Jerry Hopkins adalah seorang jurnalis
freelance yang sering menulis
mengenai musik rock. Selain itu dia
adalah seorang kontributor bagi
majalah musik Rolling Stone. Sedang
Danny Sugerman adalah jurnalis musik
yang pertama kali menulis tentang
konser The Doors pada umur 13 tahun.
Dia juga adalah manajer The Doors
pada masa kejayaan mereka.
Biografi ini merupakan sebuah
gambaran yang utuh mengenai Jim
Morrison sebagai manusia, tidak
melulu bercerita tentang kehidupan
Jim sebagai vokalis band psychedelic
legendaris, The Doors. Buku ini
memotret tahap-tahap perubahan
dalam kehidupan Jim yang terlahir
dengan nama James Douglas
Morrison.
Termasuk masa kecilnya di
Albuquerque, masa remaja yang
dihabiskannya dengan berpindah-pinda
h tempat tinggal, kehidupannya
sebagai mahasiswa eksentrik nan
pemalu di UCLA, gemerlap hidup
sebagai rockstar bersama grup
bandnya, hingga saat kematiannya di
Paris.
Pada umur 4 tahun, Jim yang
berayahkan Steve Morrison, seorang
admiral Angkatan Laut Amerika, dan
beribukan Clara Clarke, mengalami
kejadian paling penting dalam
hidupnya: merasakan ketakutan untuk
yang pertama kalinya. Kala itu
rombongan keluarga Jim sedang
berkendara melewati gurun pasir di
New Mexico. Mereka bertemu dengan
rombongan Indian Pueblo yang
mengalami kecelakaan dan sekarat.
Jim menangis tersedu sembari
meratap “Aku ingin menolong...
Mereka akan mati...”. Ketika Jim
beranjak dewasa, dia selalu berkata
bahwa roh seorang Indian tua telah
merasuki tubuhnya (hal. 14).
Pengalaman mistis ini lantas dijadikan
puisi berjudul “Dawn’s Highway” yang
ada pada album solonya, An American
Prayer.
Jim tumbuh menjadi remaja yang
seperti memiliki kepribadian ganda. Di
satu sisi, dia merupakan seorang anak
yang cerdas, mempunyai daya tarik,
serta berperilaku santun. Tapi di satu
sisi lain, dia bisa membuat orang lain
terperanjat dan ketakutan karena gaya
bahasa yang tidak sopan dan sering
bertingkah kasar, terutama pada adik
lelakinya (hal. 17). Jim juga mulai
menarik diri dari lingkungan sosial,
mulai membaca buku dengan rakus –
terutama karya Nietzsche, William
Blake dan Jean Paul Sartre, serta
berperilaku tidak semestinya. Ternyata
ini merupakan bentuk defense
mechanism dari kebiasaan keluarga
Jim yang hidup berpindah-pindah
tempat tinggal – dikarenakan tempat
tugas ayahnya yang juga sering
berpindah tempat (hal. 18).
Pada tahun 1964, di umurnya yang ke
21, Jim mulai berkuliah di UCLA
mengambil jurusan Sinematografi. Di
fakultasnya, terdapat beberapa
sutradara papan atas – termasuk
Stanley Kramer dan Josef Von
Sternberg.
Sedangkan sutradara
legendaris Francis Ford Coppola
merupakan teman satu angkatan Jim
disana (hal. 68). Di UCLA pula, Jim
berteman dengan Ray Manzarek,
seorang sarjana ekonomi yang juga
mantan pemain piano di Angkatan
Darat yang keluar dari kesatuannya
dengan cara berbohong kalau dia
adalah seorang gay. Jim dan Ray
lantas sepakat membuat sebuah band
rock. Band ini dinamakan The Doors,
yang diinspirasi oleh penggalan
kalimat dalam puisi William Blake, The
Marriage of Heaven and Hell, “If the
doors of perception were cleansed,
everything would appear to man as it
truly is, infinite.” (hal. 72).
Jim dan Ray lantas mengajak Robby
Krieger, seorang gitaris dari keluarga
menegah atas yang memiliki dasar
permainan blues dan flamenco (hal.
107). Pada posisi drummer, mereka
mengajak John Densmore, seorang
drummer yang biasa memainkan lagu-
lagu jazz. Ketika Jim mengabarkan
pada keluarganya bahwa dia menjadi
seorang vokalis band rock, sang ayah
murka. Ayahnya berkata “Well,
menurutku itu adalah ide sampah.”
Sejak itulah, Jim tidak pernah lagi
menulis surat pada keluarganya
(hal.104). Ternyata masalah kecil ini
lantas menjadi akar permasalahan
yang membuat Jim tak pernah mau
lagi bertemu dengan keluarganya.
Ketika diwawancara, Jim selalu
berbohong bahwa ayah dan ibunya
telah meninggal.
The Doors lalu mulai bermain di klub-
klub yang bertebaran di Los Angeles.
Pada suatu malam, The Doors
membikin rusuh di sebuah klub besar
bernama Whiskey a Go Go. Semua
bermula ketika The Doors memainkan
repertoar berjudul “The End”, sebuah
lagu magnum opus milik mereka.
Seperti biasa, Jim berimprovisasi di
tengah lagu. Lantas dia memasukkan
potongan adegan dalam Oedipus Rex
milik Sophocles yang mencekam, “F*ck
the mother, kill the father.” Sang
pemilik klub marah besar dan
memecat The Doors untuk selamanya
(hal. 140). Namun ternyata hal itu
membawa berkah. Penampilan brilian
mereka ditonton oleh Paul Rotchild,
seorang petinggi dari label rekaman
Elektra. Paul mengajak The Doors
untuk bergabung dengan Elektra
Records, label milik Jac Holzman. Paul
lantas menjadi produser bagi The
Doors.
Minggu pertama bulan Januari 1967,
album pertama mereka yang berjudul
The Doors diluncurkan, dengan
mengandalkan single pertama “Break
On Through”. (hal. 149). Tapi lagu yang
berhasil membuat The Doors
mendunia adalah single “Light My
Fire”, sebuah mahakarya mereka yang
berdurasi 7 menit 8 detik. Lagu yang
penuh bebunyian synthesizer ini
bercerita mengenai kesenangan
seksual dan drugs yang dilambangkan
dengan simbol fire.
Sejak itulah
mereka menjadi superstar, dan hidup
mereka tak pernah sama lagi. Jim
Morrison lalu semakin tenggelam
dalam drugs dan alkohol, yang
nantinya membawa kehancuran
perlahan bagi dirinya sendiri dan juga
The Doors.
Hal lain yang menarik mengenai Jim
adalah kehidupan asmara ala hippies
diantara Jim dengan banyak
perempuan. Jim memiliki seorang
“pasangan kosmik” bernama Pamela
Courson (hal. 174).
Hubungan Jim
dengan Pamela adalah hubungan
absurd yang melibatkan puisi, lagu,
kekerasan, alkohol dan juga drugs.
Dengan Pamela pula Jim bisa menjadi
seorang James Douglas Morrison sang
penulis puisi yang lucu, manis sekaligus
romantis. Bisa pula menjadi Mr. Mojo
Risin’ yang misterius, atau Lizard King
yang penuh dengan aura seksual dan
keliaran. Jim bisa pula menjadi Jimbo
sang pemabuk yang suka membuat
onar. Hubungan seksualnya dengan
berbagai wanita – termasuk jurnalis
rock Patricia Kennealy, Nico sang
vokalis Velvet Underground, hingga
fotografer Gloria Stavers, menjadi
bumbu yang membenarkan kredo Sex,
Drugs, Rock N Roll yang melegenda
itu.
Abadinya Jim Morrison
Bersama The Doors, Jim telah
merekam 6 album studio, 4 buah buku
puisi, dan 1 album solo berjudul “An
American Prayer” yang dirilis pada
tahun 1978, 7 tahun setelah Jim
meninggal secara misterius di Paris.
Jim dikatakan mengalami gagal
jantung dan meninggal pada umur 27,
sama seperti umur kematian
rombongan sirkus rockstar terkenal
seperti Jimi Hendrix, Janis Joplin, dan
Brian Jones. Jenazahnya dikuburkan di
Pere La Chaise Paris, pemakaman yang
juga tempat dikuburnya beberapa
pesohor seperti Edith Piaf, Oscar
Wilde, dan Chopin. Bahkan setelah Jim
dikubur pun, masih banyak orang yang
tak percaya kalau vokalis flamboyan ini
telah meninggal. Banyak fansnya yang
percaya kalau Jim tidak meninggal,
melainkan kabur dari hingar bingar
pers dan hidup di Afrika.
Setelah hampir 39 tahun semenjak
kematiannya, Jim Morrison masih saja
“hidup.” Dia ada pada kaos-kaos,
stiker, dan juga poster. Dia menjadi
simbol dari kebebasan dan
pemberontakan. Benar kata Ray
Manzarek yang pernah berkata,
“Setiap anak muda pada generasi
apapun yang sedang mencari
kebebasan, pasti akan menemukan The
Doors di dalamnya, dan juga Jim
Morrison.”
Suatu ketika Jim pernah berkata “Each
generation wants new symbols, new
people, new names. They want to
divorce themselves from their
predecessors.” Tiap generasi
menginginkan simbol baru, orang
baru, nama baru. Mereka ingin
melepaskan diri dari para
pendahulunya.
Dan ya, mengingat Jim
masih saja “hidup” hingga sekarang,
dia akan menjadi simbol baru itu.
Simbol dari sesuatu bernama
kebebasan, dan juga pemberontakan.
Sex, Drugs, and Rock and Roll
he never die because he lived in our
heart, fans heart
Diambil dari ( https://m.facebook.com/TheDoorsIndonesia/posts/456814321067063)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar